Posted by : Unknown
Kamis, 31 Desember 2015
Braaaakkk!! Terdengar suara yang sangat keras diseberang jalan.
Sontak aku langsung lari menuju suara itu. Semoga
bukan dia ya Tuhan, batinku. Aku lari, dan tempat itupun sudah banyak orang
yang berkerumun.
“Kakaaaaaaaaaakkkkkkkkkkkk” Jeritku.
Akupun terbangun dari tidurku. Mimpi yang sama lagi.
Ku lihat jam yang bergantung di dinding kamarku, pukul 02.00. aku bangun dari
tempat tidurku, dan menuju ke toilet yang berada dikamarku. Ku basuh wajahku,
lalu menuju ke dapur untuk minum. Aku duduk diruang makan, sambil mengambil
segelas air putih. Kenapa mimpi itu
sekarang sering datang? Apa itu suatu pertanda? Atau cuma mimpi buruk? Aku
menggeleng-gelengkan kepalaku, dan menepuk-nepuk wajahku.
“Aaah tidak, semoga hanya mimpi.” Sergahku.
Setelah mimpi buruk itu, sampai paginya aku tidak bisa
tidur. Sudah pukul 05.30 kuputuskan untuk bersiap-siap pergi ke sekolah.
“Pagi sayang.” Sapa mama sembari mengecup keningku.
“Ehmmm, pagi mama.” Jawabku dengan suara yang lemas.
“Kamu kenapa sayang? Gak enak badan? Kok pucat gini
wajah kamu?”
“Riri gak apa-apa kok mah, Cuma gak bisa tidur aja
semalam. Papa kemana mah? Tumben belum turun.”
“Ooh, papa masih dikamar, masih siap-siap. Beneran gak
apa-apa sayang?” tanya mama memastikan.
“Iya mah, Riri gak apa-apa kok mah.” Jawabku dengan
senyuman yang lebar. Maaf mah, Riri
bohong.
Setelah aku dan papa selesai makan, kami langsung
berangkat ke sekolah bersama-sama. Kali ini aku nebeng papa, hehe si Rered
masih dalam masa penyembuhan. Setengah jam pun berlalu, aku sudah tiba di depan
gerbang sekolah.
“Riri masuk dulu ya pah”
“Iya sayang, hati-hati”
“Iya pah.. bye papa.”
Akupun turun dari mobil dan bergegas menuju ruang
kelasku yang berada di lantai 2. Yeps, kelas XI Bahasa. Aku berjalan menyusuri
lorong kelas, menaiki tangga permanen. Sayangnya gak ada lift ataupun eskalator
disini.
“Yuhuuuu.... Ohayou gozaimasu Hikaru Yuri.” Sapa
seseorang dari kejauhan.
Kalian tau dia siapa? Suara yang cempreng, setiap
teriak bikin telinga hampir pecah. Yups, sudah pasti si Melly. Eeiitttsss bukan
Melly yang musisi itu lo ya, jangan salah tebak. Kalau Kak Melly yang itu
(musisi) udah pasti suaranya enak di denger, kalau yang ini beeuuuhh... Tutup
telinga kalian ya. Sorry ya Mel, hihi. Dia salah satu temenku dikelas, yaa
cukup dekat sih kita berdua.
“Sejak kapan lu belajar bahasa Jepang kek gitu Mel?”
“Sejak deket ame elu lah Ri, kan gue juga pengen
belajar begituan Ri.”
“Mel, Mel. Gue aja dirumah gak pernah ngomong pake
bahasa Jepang sama mama dan papa. Lebay luu ah.” Timpalku sambil meninggalkan
Melly.
“Ahh.. Riri mah gitu orangnya.” Teriak Melly.
Jam pelajaran pun berlalu, sudah pukul 13.30 ternyata.
Sudah waktunya pulang, namun aku dan Melly memutuskan untuk pergi ke
perpustakaan mencari materi untuk presentasi Bahasa Inggris minggu depan.
Setelah mengumpulkan beberapa materi, aku dan Melly pun segera pulang. Dan kali
ini ganti aku yang nebeng ke Melly. Setelah sampai rumah, Melly pun langsung
tancap gas motornya menuju ke perumahan Griya Cahaya. Yak, that’s right! Itu rumahnya
si Melly.
****
Kriiiiiing
kriiiiing kriiing. Alarm pun berbunyi, udah weekend aja nih. Pagi weekend,
apa kabar weekend? Hoaamp, rasa kantuk masih membuat mata ini enggan melek. Kutarik
selimut lagi, maksudnya mau nambah jam tidur gitu. Tapi, saat mau tidur aku
baru ingat ada janji sama Miss cempreng, hmm tau kan maksudnya siapa? Tebak
sendiri ya reader. Ku urungkan niatku untuk menambah jam tidur, kurapihkan
kamar tidurku dan cuuss mandi.
Setelah selesai prepare, aku turun
ke ruang makan untuk sarapan pagi. Hari ini gak makan nasi dulu deh, bukannya
mau diet sih cuma lagi males makan aja. Ku ambil susu coklat kesukaanku yang
sudah tersedia dimeja makan.
“Ohayou okaasan, otousan.” Sapaku
pada mama dan papa.
“Ohayou Riri chan, gimana tidurnya?
Nyenyak?” tanya papa.
“Nyenyak banget pah, akibat kemarin
banyak kegiatan kali ya pah?” Jawabku.
“Haha kamu itu, kalau udah banyak
kegiatan udah lupa istirahat. Hari ini mau kemana? Pagi-pagi udah rapih, hmmm..
udah wangi lagi. Mau kencan ya?” Tanya papa sembari tertawa kecil.
“Kencan? Iya pah, abis ini mau
kencan sama si Cempreng.” Jawabku sedikit ketus.
“Si Cempreng? Temen kamu yang kapan
hari main kesini? Siapa namanya? Papa lupa.”
“Si Melly pah. Lucu deh pah dia,
masa iya beberapa hari yang lalu dia nyapa pake bahasa Jepang. Dia bilang mau
belajar bahasa Jepang setelah kenal Riri pah, tapi Riri gak yakin deh alasan
dia kayak gitu.” Ceritaku pada papa.
“Ya udah, sana berangkat. Tuh si
Rered kamu udah siap. Kemarin udah diambil sama Pak Budi. Inget, hati-hati lo
naik motornya. Jangan sampe jatuh lagi. Ngerti?”
“Iyaaa papa, makasih papa sayang.”
Aku memeluk papa dan mencium pipinya.
“Riri berangkat dulu ya pah, mah.
Byeee....”
Tok tok tok. Ku ketuk pintu, dan Bi Inah yang muncul di balik
pintu.
“Pagi Bi Inah.” Salamku pada bi Inah.
“Eeeh non Riri, pagi juga non. Ayo non masuk. Nyari
neng Melly non?” tanya bi Inah.
“Iya bi, Melly dimana bi?”
“Ada dikamarnya non, langsung aja kesana non bibi
siapkan minum dulu ya non. Mau minum apa non?
“Ehmm terserah deh bi, aku langsung kesana ya bi?”
“Mangga atuh non.” Bi Inah mempersilahkanku, lalu
menuju ke dapur.
Kususuri rumah Melly itu dan menuju ke lantai 2 dimana
kamar Melly berada. Ku lihat di sebelah kamar Melly banyak terdapat
lukisan-lukisan yang indah, ditambah dengan foto-foto Melly, keluarganya
ataupun adiknya si Aga. Kupandangi dari dekat, terdapat juga beberapa
layang-layang yang mungkin itu punya Aga dan layang-layang itu sukses membuatku
sedikit merinding. Ku berbalik arah dan menuju kamar Melly.
Tok tok tok.”Mel, gue udah dateng nih.” Kataku.
“Masuk aja Ri, pintunya gak gue kunci kok.” Sahut
Melly dari dalam.
Kubuka pintu kamar Melly, daaannn.....
“Oh God, apa-apaan lu Mel? Gue dateng kesini
pagi-pagi, eeh elu malah masih dibawah selimut aja. Buruan bangun Mel.” Suruhku
sambil menarik selimut Melly.
“Masih ngantuk gue Ri, siniin aah selimut gue.”
Rampasnya dari tanganku.
“Eh, elu tu ya.. emang lu habis begadang semalem? Elu
kan gak kuat begadang. Hmm ada yang gak beres nih.”
“Iye... iyee... gue ngaku, semalem gue nemenin Boby
ngerjakan proyek barunya.” Jelas Melly.
“Yaeah Mel, kalau lu gak kuat begadang kan harusnya
bilang sama Boby. Dan pastinya Boby juga bisa ngerti kan? Ya udah gih sana
mandi, udah siang Mel.”
“Iye Ri, 10 menit lagi ya gue mandinya.” Jawab Melly
ogah-ogahan.
“Eiiittss... gak bisa. Sekarang lu mandi, gue tunggu
dibawah. Oke nona Cempreng?”
“Yuuuurrriiiiiiii.” Teriak Melly.
Aku tertawa mendengar teriakan Melly, dan aku
meninggalkan kamarnya, menuruni anak tangga yang berada disebelah kiri
kamarnya. Aku menuju ke halaman belakang, menunggu digazebo dekat kolam renang.
Kolam renang yang bersih, banyak juga tanaman-tanaman yang ditanam disini. Terdapat
juga beberapa layang-layang yang menempel di dinding bagian utara, yang mungkin
memang sengaja digantung disana. Tepat! Seperti tempat penyimpanan
layang-layang milik Aga.
Hah... Layang-layang. Rasanya seperti flashback ke 10
tahun yang lalu saat melihat layang-layang miliknya.
“Tidak, tidak.” Sergahku lagi.
“Pantengin ape lu Ri?” suara Melly memecahkan
lamunanku.
“Elu Mel, bikin kaget aja. Enggak sih, cuma lihat
layang-layang koleksinya Aga.” Kilahku.
“Kok kayaknya sedih gitu?” tanya Melly.
“Kagak Mel, ya udah yuk belajar. Katanya lu mau
belajar bahasa Jepang.” Ajakku.
“Ayuuuukkkk..” jawab Melly bersemangat.
Kami pun mulai belajar, dengan beberapa kata dasar
yang pernah gue pelajari saat masih kecil di Negeri Sakura itu. Yups, saat
kecil aku memang sempat tinggal disana sekitar 8 tahun. Disela-sela kami
belajar, kami juga sering bercanda.
“Mel, lu masih inget kan kejadian beberapa tahun lalu?
Yang pernah gue ceritain dulu Mel.” Tanyaku.
“Ehmm, kejadian yang waktu lu masih umur 10 tahun
dulu?” tanya Melly balik
Aku mengangguk.
“Masih kok Ri, emang kenapa?” tanyanya.
“Beberapa hari yang lalu gue mimpi kejadian itu Mel.”
“Hah? Serius lu Ri? Terus lu gak apa-apa kan?”
tanyanya lagi.
“Ya gue sih gak apa-apa Mel. Tapi kejadian itu sama
persis kayak yang gue alami dulu. Dan bukan cuma sekali itu aja gue mimpi itu,
kemarin pun gue mimpi lagi. Kenapa ya Mel?”
“Itu sebabnya wajah lu berubah jadi sedih tadi? Pas
lihat layang-layang koleksi Aga?” tanya Melly lagi dan lagi.
Aku mengangguk.
“Mungkin gak sih kalau itu adalah suatu pertanda Mel?”
“Ehm, bisa jadi sih Ri. Udah jangan sedih, berdo’a aja
semoga hal itu gak terjadi sama elu ataupun orang lain. Oke?” katanya
menyemangatiku.
“Iya Mel, makasih ya Nona Cempreng.” Jawabku sambil
memeluknya.
“Aaah Yuri mah reseh orangnya.” Kata Melly.
Akupun tertawa mendengar omelan Melly. Hari itu kita
selesai belajar pukul 13.00. Belajar? Belajar apa saling curhat nih? Ehm.. ya
gitu deh pokoknya.
****
Hari terus berganti, rasa bosan
telah menyelimuti fikiranku. Kuputuskan untuk membawa Reddy jalan-jalan. Tak
jauh dari kediamanku, kulihat anak kecil yang sedang menangis sesenggukan
dipinggir jalan. Ku kira anak hilang yang ditinggal orang tuanya, atau anak
tersesat yang tak tau arah jalan pulang (itu mah lagu). Aku berhenti dan bertanya padanya, ternyata
layang-layangnya putus dan nyangkut dipohon seberang jalan. Ku lihat pohon itu,
dan yups.. memori 10 tahun yang lalu kembali menghantui fikiranku. Aku sedikit
pusing, mataku berkunang-kunang dan hampir terjatuh. Setelah aku beristirahat
sejenak, aku berdiri dan berjalan menyebrang jalan untuk mengambil
layang-layang miliknya.
Braaakkkkkkk...
“Awww..” aku mengaduh kesakitan.
“Mbak, maaf maaf.” Seorang laki-laki membantuku
berdiri dan berjalan menuju trotoar. “Mbak nggak apa-apa kan? Aku antar kerumah
sakit ya mbak.” Ujarnya sembari menitihku.
“Hmm,gak apa-apa kok mas. Cuma luka dikit aja.”
Sahutku. Kulihat siku dan lututku berdarah. Kurasakan pusing di kepalaku, saat
ku pegang ternyata keningku pun berdarah. “Mas, gak perlu antar ke rumah sakit,
rumahku dekat sini kok.” Kataku lagi.
“Ya udah mbak, ayo aku antar kerumah.” Ajaknya. Dia
membuka pintu mobil dan menyuruhku masuk.
Setelah sampai dirumah, kuajak dia masuk menuju ruang
tamu. Dia membopongku dan menyuruhku duduk disofa. Dia kemudian bertanya dimana
letak P3K, ku tunjuk kotak yang berada di sebelah TV lalu diapun mengambilnya
dan segera mengobati lukaku. Masih kurasakan sakit dilutut juga di kening. Dia
mengobati lukaku dengan hati-hati, dan membalutnya dengan kain kasa.
“Thank you yah mas udah mau nganterin kesini.” Ujarku.
“Itu sudah kewajiban saya mbak, karena saya mbak jadi
begini.” Jawabnya. “Tapi tadi, mbak mau nyebrang kemana sih? Sampe gak tengok
kanan-kiri gitu?” tanyanya.
“Hmm, mau ngambil layang-layang mas. Tadi ada anak
kecil gitu di pinggir jalan, terus karena kasihan ya aku samperin dia. Katanya
sih layang-layangnya nyangkut di pohon, makanya tadi aku buru-buru nyeberang
karena mau ambil layang-layang itu.”
“Ooo gitu, tapi kan bahaya banget kalau sampe mainan
layang-layang dipinggir jalan. Saya pun suka layang-layang tapi gak pernah main
dijalanan. Yaa resikonya besar banget.” Jelasnya. “Oh iya mbak, nama mbak
siapa? Sampe kelupaan tanya nama mbak. Aku Ken.” Sambungnya.
“Yuri. Panggil aja Riri.” Sahutku sambil membalas
uluran tangannya.
Perkenalan kami pun dimulai, kami saling melempar
pertanyaan dan aku sesekali tertawa mendengar ceritanya. Ternyata dia mempunyai
hobi yang sama dengan kakaku, Ichiro. Mereka sama-sama menyukai layang-layang. Saat
mendengarkan ceritanya,aku bagaikan
dibawa ke kejadian 10 tahun silam. Dadaku mulai terasa sesak, dan air mata
mulai menetes mengenangnya. Ken bertanya padaku, dan aku membalasnya dengan
menceritakan kejadian yang membuatku trauma dengan layang-layang.
“Bahkan, jika aku melihat layang-layang ingatanku akan
kejadian itu terus menghantui. Aku sering menyalahkan diriku sendiri karena
waktu itu aku mengajak Ichiro untuk bermain layang-layang di halaman depan. Aku
benar-benar merasa menyesal karena itu.” Lanjutku menceritakan hal yang
membuatku trauma sampai saat ini, sambil sesekali menyeka air mataku yang
mengalir dengan deras.
“Maaf ya Ri, aku gak tau kalau kamu trauma dengan
layang-layang. Hmm.. gini deh, boleh gak aku jadi teman kamu?” kata Ken.
“Ya bolehlah Ken, emang ada larangan gak boleh berteman
denganku gitu ya di depan sini.” Jawabku sambil menunjuk keningku. Dan dia
tertawa.
“Kalau boleh, mulai lusa aku akan mengajakmu bermain
layang-layang. Yah, siapa tau trauma kamu bisa hilang walaupun aku bukan dokter
terapist sih.” Candanya.
“Kamu ini, bisa aja bikin orang ketawa. Kamu serius
dengan tawaran kamu itu? Soalnya aku bener-bener trauma dengan itu. Melihatnya
aja aku sudah hampir pingsan, apalagi memegang ataupun menerbangkannya.”
Ujarku.
“Tenang, yang pasti kita bermain di tempat yang nyaman
kok bukan dihalaman depan yang dekat jalan raya.”sindirnya sembari tertawa
kecil.
“Ya ya ya ya, boleh deh. Siapa tau dengan tawaran itu
traumaku perlahan akan menghilang.” Akupun meng“iya”kan tawaran dari Ken.
Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 2 siang. Ken
memohon diri untuk pulang, and once again I say thank you to him. Dia
membalasnya dengan senyuman juga melarangku untuk mengantarkan sampai depan
pintu karena keadaanku yang belum stabil. Diapun berlalu, kulihat dia sampai
pintu tertutup. Dapat kudengar mobilnya sudah meninggalkan bangunan ini.
Aku merebahkan tubuhku disofa. Ichiro, apa maksud dari
mimpi itu ini? Mimpi yang sama dengan kejadian 10 tahun silam, yang masih saja
membuatku trauma sampai saat ini. Mimpi yang mengisyaratkan aku akan bertemu
dengan seseorang yang sehobi denganmu, dan mungkin dia akan membantuku untuk
kembali suka dengan layang-layang sepertimu? Aku merindukanmu, Ichiro. Aku
rindu saat-saat bermain layang-layang denganmu. Semoga saja Ken bisa membuat
traumaku hilang sehingga aku bisa bermain layang-layang lagi seperti dulu lagi.
--THE END--