Posted by : Unknown Selasa, 26 Agustus 2014





                Aku bergegas menuju stasiun, aku berlari menuju loket untuk membeli tiket.  Aku takut tertinggal kereta api yang menuju ke Surabaya. Hari itu, hari Sabtu pukul 15.00 aku segera ke loket. Satu tiket kereta api menuju Surabaya sudah berada ditanganku, lalu aku menuju papan jadwal keberangkatan kereta api. Ku dapati kereta yang akan ku naiki baru berangkat pukul 17.00.
                “Sial!!! Kenapa gue gak liat jadwal dulu ya, ini sih masih jam 3 sore kereta datang jam 5. Terus nunggu 2 jam lah disini. Mana sepi lagi...” kataku sambil menengok kanan dan kiri.
                Ku putuskan untuk berjalan menyusuri koridor stasiun. Aku berhenti di salah satu kantin stasiun yang menjual aneka snack. Aku membeli beberapa macam snack dan 1 botol air mineral untuk ku makan di sini sambil menunggu kereta datang.
                “Terima kasih bu..” kataku kepada penjual itu.
                “Iya sama-sama nak..” jawab penjual itu.
                Lalu aku pergi menuju peron. Saat itu peron terlihat sangat sepi, hanya ada beberapa orang yang menunggu di peron. Yang lainnya adalah petugas stasiun yang membeli makan ataupun hanya sekedar jalan-jalan di peron dan beberapa pedagang asongan yang menjajakan dagangannya ke beberapa penumpang di peron.
                Aku menoleh ke arah kiri, dari kejauhan aku melihat seorang wanita muda yang kira-kira umurnya sepantaran denganku. Wanita muda berdarah Tionghoa, dia cantik, di tambah lagi rambutnya yang lurus digerai. Dia terlihat cantik dan anggun. Ku lihat dia tampak menunggu seseorang, dan terlihat selalu tersenyum saat para petugas stasiun berjalan di depannya. Ku putuskan untuk menghampirinya. Ku bawa tas ranselku dan berjalan menuju ke arahnya.
                “Permisi Ci, boleh aku duduk disini?” tanyaku kepadanya.
                “Oh tentu saja boleh.” Jawabnya dengan ramah.
                Aku duduk di sebelah kanannya, ku letakkan tasku di lantai dan membuka salah satu snackku.
                “Jajan Ci,”
                “Iya terima kasih.” Jawabnya dengan tersenyum.
                Wanita ini tak hanya cantik, tapi dia juga ramah padaku padahal kita belum saling kenal.
                “Lagi nunggu seseorang ya Ci?” tanyaku sambil memakan snackku.
                Bukan dijawab, tapi dia hanya tersenyum. Tak apalah toh senyum yang dia berikan pertanda jawaban “iya” darinya. Ku perhatikan selain cantik, anggun, dan ramah dia juga sumeh. Tau gak sumeh itu apa? Kalo ada yang belum tau sumeh itu berasal dari Bahasa Jawa yang artinya suka tersenyum.
                “Eeemm Ci, aku Hendra.” Kataku kepadanya sambil mengulurkan tanganku.
                “Aling.” Jawabnya singkat, dan membalas uluran tanganku.
                “Ci Aling nunggu siapa?” tanyaku.
                “Panggil saja Aling. Aku menunggu seseorang disini.” Jawabnya dengan tersenyum.
                “Seseorang? Siapa Ling? Kok aku lihat kamu sendiri nungguin disini.”
                “Seseorang yang aku sayang.” Jawab Aling singkat.
                Apakah dia menunggu kekasihnya? Tanyaku dalam hati. Aku tersenyum melihat Aling yang sangat sabar menanti seseorang yang dia tunggu. Kami berdua terdiam beberapa saat.
                “Namanya Dion. Dion Chandra Pratama” Katanya memecah keheningan di antara kami.
                Pandangan matanya tetap mengarah ke depan, entah apa yang dia pikirkan sekarang.
                “Dion?” tanyaku kepada Aling.
                Aling mengangguk pelan.
                “Dion adalah kekasihku.” Tambahnya.
                “Lalu dimana dia sekarang?” tanyaku lagi.
                “Dia bekerja di salah satu perusahaan swasta di Surabaya.”
                “Itu sebabnya kamu nungguin dia sendiri disini?”
                Aling mengangguk lagi.
                “Dulu Dion adalah temanku, sewaktu kami duduk di bangku SMA Hen,”
                Aling mulai bercerita kepadaku. Aling bertemu dengan Dion sewaktu mereka menjalani Masa Orientasi Siswa di SMAnya. Dion menjadi teman satu kelasnya Aling. Dia adalah cowok berdarah Tionghoa juga, sama seperti Aling. Saat itu Aling sedang duduk sendiri di depan kelas sambil menunggu jam istirahat selesai. Kemudian datang seorang cowok tinggi, yang kira-kira tingginya 179 cm menghampiri Aling.
                “Kok sendirian? Gak ikut ke kantin bareng temen-temen?” tanya cowok itu.
                “Enggak, aku disini saja sambil melihat sekeliling sekolah. Kamu sendiri?”
                “Eh ini buat kamu.” Katanya sambil memberikan satu snack untuk Aling.
                “Terima kasih.” Jawab Aling dan tersenyum kepadanya.
                “Nama kamu siapa?”
                “Aku Aling, kamu?” tanya Aling Balik.
                “Dion.” Jawabnya singkat.
                Setelah perkenalan itu Aling dan Dion menjadi akrab. Setiap hari mereka selalu bersama, ke kantin, perpustakaan, kemanapun mereka selalu bersama (selain ke toilet tentunya). Tak hanya itu mereka selalu mengerjakan tugas kelompok bersama di tambah anggota kelompok yang lain. Selain tugas kelompok Dion dan Aling sering mengerjakan tugas bersama. Mereka pun terlihat semakin akrab. Aling merasa sangat nyaman saat berteman dengan Dion.
                Seiring berjalannya waktu, Aling dan Dion menjalin suatu persahabatan. Kembali lagi Aling merasa nyaman saat bersama Dion, namun Aling tak menyadari bahwa rasa nyaman itu membawa perasaan cinta kepada Dion. Dion selalu berada di sampingnya, saat dia sedih, senang ataupun saat Aling berada dalam kesulitan. Dion selalu membantunya.
                Pada saat ujian kenaikan kelas, Aling dan Dion belajar bersama. Mereka saling membantu saat salah satu dari mereka kesulitan mengerjakan soal. Setiap hari Dion belajar bersama Aling di rumah Aling. Orang tua Aling mulai mengenal Dion, Dion anak yang baik, sopan dan ramah. Orang tua Aling pun memperlakukan Dion seperti anaknya sendiri. Bisa dibilang cukup akrab dengan kedua orang tua Aling.
                Hingga pada saat pembagian rapor kenaikan kelas tiba, Aling dan Dion merasa deg-degan. Mereka takut kalau nilai mereka jelek. Ketika mereka mendapatkan rapor mereka masing-masing, mereka membukanya bersamaan. Nilai rapor Aling A dan Dion pun juga A. Mereka sangat senang dan mereka berpelukan.
                “Entah kenapa sewaktu aku dan Dion berpelukan, aku merasakan hal yang berbeda. Semacam suka kepada Dion.” Kata Aling padaku.
                Aling meneruskan ceritanya. Pada suatu hari Aling pergi ke pasar bersama ibunya untuk membeli sayur. Aling membawa belanjaan yang cukup banyak. Saat itu Aling melihat Dion bersama ibunya juga pergi ke pasar.
                “Diioonnn....” panggil Aling.
                Dion menoleh ke arah suara yang memanggilnya. Dion tersenyum dan tampak berbicara sesaat kepada ibunya. Lalu Dion berjalan menuju tempat dimana Aling menunggu ibunya.
                “Lagi sama siapa disini Ling?” tanya Dion.
                “Lagi sama mama, kamu ngapain disini?”
                “Oh aku juga nganterin mama buat belanja.” Jawab Dion.
                Saat Dion berbicara sama Aling, mama Dion menyusul Dion.
                “Dion ayo, nanti keburu siang.” Ajak mama Dion.
                “Iya mah, oh iya mah kenalin ini Aling teman sekelasnya Dion.”
                “Selamat pagi tante, saya Aling.” Katanya dengan senyum dan mengulurkan tangannya.
                “Selamat pagi juga Aling, saya mamanya Dion.” Membalas jabat tangan Aling.
                “Ooh jadi ini yang namanya Aling, yang sering kamu ceritain ke mama Dion?” tanyanya kepada Dion sambil tersenyum.
                “Mamah apaan sih, mulai ngeledek Dion nih?” jawab Dion.
                Aling tersenyum sambil menundukkan kepalanya karena malu. Lalu ibunya mengajak Dion untuk segera berbelanja karena sudah mulai siang. Mamah yang ramah kata Aling dalam hati.
                “Ling, aku belanja dulu ya sama mamah.”
                “Iya, hati-hati ya Dion.” Jawab Aling.
                Dion pun pergi bersama ibunya. Aling kembali menunggu ibunya sendiri di sebuah kursi. Setelah itu ibunya datang dan mengajakknya pulang. Aling dan ibunya berjalan menyusuri trotoar yang sudah banyak orang berlalu-lalang menuju pasar. Jarak antara pasar dan rumah Aling tidak terlalu jauh hanya berkisar 100m.
****
                Libur sekolah telah usai, Aling dan Dion kembali masuk sekolah. Kini Aling dan Dion menjadi siswa-siswi kelas XI dan mengambil jurusan Bahasa. Mereka kembali dipersatukan dalam satu kelas. Aling merasa senang karena Dion tidak berada jauh dari sisinya. Mereka semakin dekat dan sering jalan bareng ketika ada waktu luang.
                “Seiring berjalannya waktu, aku mulai suka kepada Dion mungkin cinta. Aku senang berada di dekat Dion, merasa nyaman dan terlindungi. Dion sangat baik padaku, namun aku gak berani buat ngungkapin perasaan suka ini sama Dion.” Katanya kepadaku.
                “Memang kenapa Ling?” tanyaku.
                “Karena aku belum tau, apakah dia suka juga atau gak sama aku. Aku hanya diam, dan memilih untuk menutupi semua perasaan ini.” Tambah Aling.
                Saat Aling berada di kelas sendiri, dia di ganggu oleh kakak kelasnya. Cowok-cowok itu menggoda Aling karena Aling terlihat cantik dan ramah.
                “Saat itu aku sendiri Hen, tak ada seorang teman pun di kelas. Aku takut, mereka terus menggangguku.”
                “Lalu Dion?”
                “Dion pergi ke kantin membeli makanan, untuk aku dan dia. ”
                Aling pun berteriak untuk meminta tolong kepada siapa saja yang berada di luar kelas. Namun sayangnya tak ada seorangpun yang melihat aling di ganggu oleh kakak kelasnya itu. Dion datang dan kaget saat ada kakak kelasnya menggerumbul mendekati Aling. Aling yang takut langsung berlari ke arah Dion.
                “Aling... kamu gak apa-apa kan?” tanya Dion yang mulai panik.
                “Aku gak apa-apa, tapi aku takut.” Jawab Aling yang terus menangis.
                “Woooiii.... siapa loe? Berani banget lu ama kita.” Kata salah seorang dari gang itu.
                “Jangan ganggu dia.” Bentak Dion.
                “Oh... loe berani bentak gue? Loe tuh masih bau kencur disini, kurang ajar banget lu ngelawan kita.” Tambah mereka.
                “Maaf, bukannya saya berani sama kalian. Tapi jangan ganggu dia, karena dia adalah cewek gue.” Jawab Dion
                Mendengar perkataan Dion, Aling kaget. Dion bilang aku adalah ceweknya? Tanya Aling dalam hatinya.
                “Banyak bacot loe bocah.”
                Salah satu diantara Gang tersebut maju ke arah Dion dan langsung memukul muka Dion. Dion tersungkur, dan mereka terus memukuli Dion. Aling yang takut langsung pergi ke ruang guru dan melapor kepada salah satu guru disana. Aling dan guru tersebut langsung menuju ruang kelas Aling yang berada di lantai dua. Dua orang guru melerai kawanan gang yang memukuli Dion. Wajah Dion lebam dan darah mengalir di bibirnya. Kawanan gang tersebut langsung di bawa ke ruang BP untuk mendapatkan hukuman, sedangkan Dion dan Aling menuju ke ruang UKS. Aling menuntun Dion untuk berjalan pelan.
                “Dion, maaf karena aku..  muka kamu jadi lebam dan berdarah gini.” Kata Aling yang sambil membersihkan darah yang keluar dari bibir Dion.
                “Auuh... pelan Ling, sakit...”
                “Iya maaf, tapi thanks yah udah di belain tadi.” Kata Aling tersenyum.
                “Iya sama-sama Ling, lagian mereka juga iseng banget. Aku gak suka aja kalo cewek di ganggu kaya gitu.” Jelas Dion.
                Aling tersenyum senang. Aling terus mengompres muka Dion yang lebam agar cepat sembuh. Aling menemani Dion beristirahat di UKS. Di sana mereka terus bercanda sambil memakan jajan yang di beli oleh Dion tadi. Sejak saat itu Dion terus memperhatikan Aling, dan menemani Aling pergi atau mengantar Aling pulang.
                Hati Aling tak bisa di bohongi, perasaan cinta itu mulai menjalar. Aling mulai mencintai Dion. Suatu malam Aling tak bisa tidur, Aling terus bertanya kepada dirinya sendiri bahwa apakah benar dia mulai cinta terhadap Dion, bagaimana perasaan Dion kepadanya, apakah Dion juga suka kepada Aling. Kata-kata itu terus menyelimuti pikirannya. Aling terus merenung seorang diri di kamarnya.
                “Dion... kenapa aku terus mikirin kamu, apa aku mulai cinta sama kamu terhadap semua perhatian yang kamu beri? Mungkin memang benar bahwa aku mulai cinta, tapi apakah kau punya rasa yang sama? Aku tak tau akan hal itu.” Kata Aling yang berada di samping jendela kamarnya.
                Lalu Aling kembali menuju tempat tidurnya, membentangkan selimut tebalnya dan tidur di bawah selimut yang hangat.
****
                Semester ganjil telah usai, kini para murid memasuki semester genap. Aling dan Dion kembali mendapat nilai A pada semester ganjil. Mereka merayakannya dengan berjalan-jalan di suatu mall. Malam itu mereka menuju salah satu toko buku untuk membeli beberapa buku tambahan untuk mata pelajaran mereka. Setelah itu Aling dan Dion berhenti di foodcourt untuk beristirahat melepas lelah setelah mereka berjalan-jalan. Aling memilih nasi goreng dan es cappucino sedangkan Dion melilih stick kentang goreng dan es jeruk untuk mereka makan. Di samping makan, mereka juga bercanda, membahas pelajaran di sekolah dan menanyakan keadaan orang tua masing-masing.
                Setelah selesai, Dion mengajak Aling untuk menuju suatu tempat. Tempat yang dirahasiakan oleh Dion kepada Aling. Mereka berjalan kaki dengan membawa buku-buku yang mereka beli.
                “Kita mau kemana Dion?” tanya Aling saat berada di jalan.
                “Ke tempat yang indah, yang mungkin orang lain belum tau.”
                “Kok bisa?” tanya Aling lagi.
                “Yaa... karena ini tempat rahasiaku, yang sering aku datangi.” Jawab Dion dan tersenyum kepada Aling.
                Mereka terus berjalan menyusuri jalan. Hampir 30 menit mereka berjalan. Dion menunjukkan jalan rahasia yang orang tak tahu akan jalan tersebut. Jalan kecil yang tak cukup untuk sepeda motor masuk kedalamnya. Aling merasa kesulitan melewati jalan itu, karena terasa licin. Setelah melewati jalan kecil mereka berdua sampai ke tempat yang dituju. Tempat yang sejuk, sepi dan hening. Tak ada orang lain selain mereka berdua disana.
                “Waaaahhh keren banget tempat ini Dion.” Kata Aling yang terpesona akan pemandangan di tempat itu.
                “Bagus kan?” tanya Dion.
                “Iya bagus banget, kok kamu bisa nemuin tempat ini? Suatu bukit yang sunyi, sejuk dan pemandangan malam hari yang begitu indah.”
                “Di sini kamu bisa melihat pemandangan kota yang penuh dengan lampu beraneka ragam warnanya.”
                Dion dan Aling duduk berdua, menikmati udara yang sejuk dan pemandangan indah.
                “Setiap malam aku selalu berada disini.” Kata Dion.
                “Setiap malam? Sendirian juga?” tanya Aling.
                “Yaa sendirian, karena aku gak mau ada yang tau tempat ini selain aku dan...”
                “Dan apa Dion?”
                “Eeehmm... gak apa-apa Ling.” Jawab Dion dan tersenyum.
                Mereka berdua terdiam, hanya suara angin yang mengiringi. Dion merebahkan tubuhnya, memandang langit yang penuh dengan bintang.
                “Disinilah aku selalu mengungkapkan apa yang aku rasa, sedih , senang, ataupun cinta.”
                “Cinta?” tanya Aling yang heran.
                “Iya Ling, cinta. Di sini aku selalu bercerita kepada angin, langit dan bintang. Aku suka sama seorang cewek.” Jawab Dion
                Duar!!!!! Aling kaget dan dadanya terasa sesak, dia hampir menangis. Matanya mulai berkaca-kaca mendengar kata-kata Dion.
Ternyata Dion mencintai orang lain. Kata Aling dalam hati. Aling merasa sedih, dia mulai menangis namun menyembunyikannya dari Dion.
“Cewek yang benar-benar aku cinta, dia baik, lucu. Dan dia berhasil membuat aku cinta sama dia. Di tempat ini aku selalu bertanya kepada bintang, apa dia juga suka, apa dia juga cinta? Perasaan yang selama ini terus aku sembunyikan. Dia seseorang yang benar-benar  aku cinta. Apa kamu juga punya seseorang yang kamu suka?” tanya Dion.
“haahh.... eeh iya, aku juga punya seseorang yang aku cinta, tapi aku gak tau juga apa dia juga suka sama aku.” Jawab Aling terbata-bata.
“Aku senang berada di sampingnya, aku senang bisa bersamanya, dan aku merasa nyaman.” Tambah Dion.
Aling hanya diam dan masih menangis. Dia hanya mendengarkan apa yang Dion ceritakan kepadanya. Entah apa yang Aling kali ini rasakan, perasaan cinta yang terluka. Aling mengahapus air matanya, kembali menjadi wanita yang ceria dan tegar. Dia melihat jam di tangannya, yang sudah menunjukkan pukul 20.30.
“Dion ayo pulang, sudah malem. Nanti aku di cari mamah.” Ajak Aling.
Mereka berdua beranjak dari bukit yang indah, menyusuri trotoar dan pulang. Sesampainya di rumah Aling, Dion meminta maaf kepada orang tua Aling karena dia baru saja mengantar Aling pulang. Lalu Dion berpamitan untuk pulang. Aling langsung menuju kamarnya, berbaring di tempat tidurnya dan menangis.
“Bodoh banget kamu Ling, rasa cinta yang tertanam hanya membuat luka. Seseorang yang kamu suka, ternyata dia mencintai cewek lain. Dia hanya sebuah bayangan yang berada di depanmu, yang tak mungkin bisa kau dapatkan tubuhnya, yang tak bisa kau dapatkan seutuhnya.” Maki Aling terhadap dirinya sendiri.
Aling terus menangis dan memeluk sebuah boneka kesayangannya. Namun, Aling tetap menjadi soerang yang ceria di depan Dion, walaupun hatinya masih terluka.
****
Kini Aling dan Dion sudah menjadi murid kelas 3, saat yang mendebarkan untuk mereka berdua dan semua siswa kelas 3. Tak ada lagi saat-saat mereka harus berhura-hura untuk bermain, karena mereka mulai fokus terhadap ujian yang akan mereka hadapi.
“Aku dan Dion tetap belajar bersama, agar kami bisa lulus dengan nilai yang baik Hen.” Kata Aling padaku.
Aku hanya mengangguk dan tersenyum mendengarkan setiap cerita yang di ceritakan oleh Aling.
“Suatu malam, yang kalau tidak salah malam minggu, Dion mengajak aku keluar untuk pergi ke bukit itu lagi.” Jelas Aling.
Malam yang cerah, penuh bintang. Dion dan Aling menuju bukit lagi. Bukit rahasia yang ditunjukkan oleh Dion kepada Aling beberapa waktu yang lalu. Bukit yang terlihat masih sama, seperti ketika pertama kali Dion mengajak Aling untuk pergi ke bukit itu. Aling melihat sekeliling bukit, dan melihat ada tempat duduk panjang yang terbuat dari kayu. Terdapat pohon-pohon yang mulai tumbuh besar di sekeliling tempat duduk.
“Lhooo.... kok ada tepat duduk sama pohon-pohon, siapa yang bikin tempat duduk itu Dion?”
“Tempat duduk dan pohon-pohon ini aku yang bikin dan aku juga yang menanam. Ayo duduk di situ.”
Dion menggandeng tangan Aling, dan mereka duduk bersama menikmati pemandangan malam itu. Dion terlihat senang dan tersenyum melihat wajah Aling.
“Kenapa sih Dion? Kok ngelihatnya kaya gitu ke aku.” Tanya Aling.
“Enggak Ling, tempat duduk ini aku bikin untuk cewek yang aku suka itu.”
Aling kaget, rasanya semakin hancur dan mulai berkaca-kaca.
“Aku senang, karena aku bisa duduk disini bersamanya, sama ketika pertama kali aku mengajak cewek itu kesini. Semoga dia suka dengan apa yang aku kasih lihat ke dia, aku menanam pohon ini untuknya karena dia suka sama pepohonan kecil, dia sering merawat pohon-pohon yang ada di halaman rumahnya. Aku tak punya apa-apa untuk menunjukkan rasa cintaku sama dia. Mungkin bagi dia aku cowok yang tak bermodal ataupun tak romantis, tapi aku cukup tau apa yang dia suka setelah beberapa tahun aku dekat dengannya. Hanya beberapa pohon kecil dan bunga-bunga yang aku tanam ini, bentuk dari cintaku sama dia. Dengan pemandangan disini, sebagai saksi kalau aku mencintainya.” Jelas Dion.
Aling tertunduk, sedih. Siapa cewek itu? Dia hanya bisa bertanya kepada hatinya sendiri. Aling berusaha tegar dan tersenyum kepada Dion.
“Kamu benar-benar mencintai dia?”
“Iya Ling.” Jawab Dion singkat.
Dion merogoh saku celananya dan mengambil sesuatu di dalamnya. Dia mengambil kalung dan diperlihatkan kepada Aling. Semakin misterius, dan membuat Aling bertanya-tanya lagi dalam hatinya.
“Kalung ini akan aku berikan, kepada dia. Ya harganya memang gak mahal, tapi cukup buat nunjukkin rasa cintaku sama dia.” Kata Dion.
“Aling, kamu mau tau siapa cewek misterius itu?”
“Apa kamu memperbolehkan aku untuk mengetahui siapa cewek itu?” tanya Aling balik.
“Tentu saja, karena kamu harus tau.” Jawab Dion dengan tegas.
Aling berusaha kembali tegar, meskipun dia tak siap mendengar nama yang Dion sebut. Aling menatap Dion
“Siii... siiapa cewek itu Dion?” tanya Aling terbata.
“Cewek itu sedang duduk, tepat berada di sampingku saat ini.” Jelas Dion menatap Aling.
“Siapa?” tanya Aling yang belum jelas.
“Cewek itu namanya Aling.” Jawab Dion singkat.
Aling tak kuasa menahan air matanya, dan meminta Dion untuk mengulangi jawaban itu lagi.
“Namanya Aling, yang sekarang duduk di sampingku, dan menangis.” Ulang Dion.
“Tempat ini, aku tunjukkan untuk kamu, seseorang yang aku suka dari dulu. Waktu pertama kali aku mengajak kamu kesini, sebenarnya aku pengen bilang kalau aku suka sama kamu saat itu juga. Tapi timenya gak pas, karena aku rasa kita masih kecil.” Jelas dion sambil tertawa.
Aling memukul pundak Dion, Dion memeluk Aling. Aling masih menangis dalam pelukan Dion. Dia merasa senang dan terharu, karena perasaan yang dia sembunyikan selama ini berbuah manis.
“Aku merasa senang, nyaman bersama kamu. Aku menemukan tempat ini secara tidak sengaja, saat aku bosan di rumah. Aku pergi keluar rumah untuk menikmati keindahan malam hari bersama sepedaku. Aku mencoba masuk ke jalan kecil itu dan terus menyusurinya. Aku kaget dan terpesona melihat pemandangan disini. Sampai setiap malam aku selalu berada disini, sedikit merawat bukit ini agar terlihat indah, dan saat aku mulai suka sama kamu aku memperhatikan apa yang kamu suka, pohon-pohon kecil, tempat duduk dari kayu dan bunga-bunga. Aku membuat tempat duduk itu sendiri, membawa kayu-kayu dari rumah ke sini. Mengambil beberapa bunga yang ada di halaman rumah untuk aku tanam disini. Sampai aku dimarahi sama mamah, karena setiap hari aku mengambil bunga dan aku bawa pergi.” Jelas Dion.
Aling jadi tertawa mendengar cerita dari Dion.
“Apakah kamu suka Ling?” tanya Dion.
“Aku suka banget Dion. Dan bagi aku kamu adalah cowok yang bermodal, bermodal membuat tempat duduk, menanam pohon dan bunga, bermodal memberikan tempat terindah yang belum pernah aku kunjungi sebelumnya. Dan.... kamu adalah cowok yang romantis.” Jawab Aling.
Mereka berdua berpelukan dan bahagia. Terutama untuk Aling.
“Aku sayang dan cinta kamu, kamu mau kan jadi cewek aku?” tanya Dion.
“Iya Dion, aku mau jadi cewek kamu. Dan sebenernya cowok yang aku suka itu adalah Kamu...” jawab Aling tersipu malu.
Dion tersenyum dan kembali memeluk Aling. Mereka berdua tertawa, karena perasaan mereka telah terbalas. Dion memasangkan kalung ke leher Aling. Malam itu malam yang sangat istimewa untuk mereka berdua.
“Aku sangat senang karena Dion mempunyai rasa yang sama seperti apa yang aku rasakan.” Kata Aling kepadaku.
“Haaahh... akhirnya penantian yang sangat lama, berujung pada kebahagiaan.” Aku tersenyum melihat Aling.
“Bener Hen, malam yang membuat aku sangat bahagia, bisa bersamanya.”
****
 Hari-hari mereka dipenuhi dengan rasa cinta dan sayang. Dion pun mengajak Aling ke rumahnya untuk memperkenalkan Aling lebih jauh kepada keluarganya. Dion merasa senang karena kedua orang tuanya merestui hubungan mereka berdua. Di saat mereka menjalin hubungan, tak lupa mereka juga giat belajar. Bagi mereka menjalin suatu hubungan tidak boleh mengganggu konsentrasi mereka terhadap sekolah. Mereka tetap belajar bersama, terkadang belajar di rumah Dion ataupun Aling.
“Sampai waktu pengumuman kelulusan aku dan Dion merasa deg-degan. Kami tak sabar menunggu pengumuman kelulusan. Dan kami merasa bahagia karena kami berdua lulus dengan nilai yang sangat memuaskan. Aku berada di urutan pertama saat pengumuman nilai ujian, sedangkan Dion berada di urutan kedua.” Jelas Aling.
“Lalu apa yang kalian lakukan setelah kelulusan itu?” tanyaku kepada Aling.
“Kami berdua pergi menuju tempat bukit itu lagi, setelah pengumuman itu kami langsung kesana. Merayakan kelulusan kami.” Jawab Aling.
“Aku dan Dion membawa 1 kantong plastik besar makanan, untuk kami makan disana. Aku dan dia merasa senang. Aku lihat pohon-pohon disana sudah mulai tumbuh besar, aku yakin Dion yang merawatnya dengan baik. ”
“Saat itu juga kami berdua memberi nama bukit itu “Bukit kita”, bukit yang penuh dengan kenangan indah kami berdua.” Tambah Aling.
Aku melihat Aling sangat bahagia menceritakan hal itu, aku bersiap mendengarkan ceritanya lagi. Satu snack sudah habis, aku meminum air mineralku karena merasa haus. Ku lihat Aling terus tersenyum mengingatnya.
“Namun hal itu tak berlangsung lama.” Kata Aling.
“Maksudnya?” tanyaku.
“Beberapa bulan setelah pengumuman kelulusan, keluarga Dion pindah ke Surabaya. Mendengar hal itu aku sangat sedih.”
Keluarga Dion memutuskan untuk pindah rumah ke Surabaya, Dion menolaknya. Namun sia-sia, karena ayahnya telah terikat kerja sama dengan sebuah perusahaan swasta terbesar di Surabaya. Dan Dion telah di rekomendasikan oleh sang ayah untuk bekerja di sana. Dion merasa sangat sedih, dia tak bisa meninggalkan Aling sendiri disini. Dia sangat menyayangi Aling.
“Dion mengajakku untuk ke Bukit Kita lagi, dia bilang bahwa dia ingin memberi tau sesuatu.” Ujarnya.
“Tentang dia pindah ke Surabaya?” tanyaku.
Aling mengangguk pelan.
Setelah tiba di Bukit Kita mereka duduk di sebuah kursi kayu, menikmati pemandangan sore hari. Matahari mulai tebenam, Dion dan Aling masih tetap terdiam.
“Apa yang mau kamu sampaikan Dion?” tanya Aling.
“Haah... aku ingin memberi tahu sesuatu, tapi kamu harus janji kamu tidak akan sedih.” Jawab Dion.
“Iyaa aku janji gak akan sedih...” kata Aling sambil tersenyum dan memberi isyarat tanda V pada kedua jarinya.
“Liing, besok lusa aku harus ke Surabaya.”
“Ke Surabaya Dion? Ngapain kesana?” tanya Aling.
“Aku dan keluargaku harus pindah kesana. Ayah terikat kerja sama dengan salah satu perusahaan swasta di sana, dan ayah telah merekomendasikan aku untuk kerja disana.” Jelas Aling.
Aling kaget,matanya berkaca-kaca air matanya mulai membasahi wajahnya. Dion membersihkan air matanya menggunakan ibu jarinya. Aling memeluk erat Dion dan terus menangis.
“Kamu janji kan Dion, kamu gak akan ninggalin aku?”
“Iya Ling, aku masih ingat janji itu, tapi aku juga gak bisa nolak. Aku janji, aku akan pulang menemui kamu.”
“Tapi aku gak bisa jauh, Dion jangan tinggalin aku. Aku sendiri disini.”
Aling masih terus menangis, Dion mengusap air mata Aling. Dion sangat menyayangi Aling, Dion juga tak ingin meninggalkan Aling. Dion menenangkan Aling.
“Aling sudah jangan menangis ya, Aku Janji.... Setiap Sabtu sore aku akan kesini untuk menemuimu, aku akan mengajak kamu jalan-jalan, dan mengajakmu kesini.” Janji Dion kepada Aling.
“Beneran kamu janji?”  tanya Aling.
“Iya bener Aling, karna aku mencintaimu.” Jawab Dion.
Aling tersenyum dan kembali memeluk Dion. Terasa begitu sedih di hati Aling. Aling pun berjanji kepada Dion, dia akan merawat Bukit Kita sama seperti Dion merawat Bukit Kita untuk Aling.
Saat itu telah tiba, keluarga Dion bersiap untuk pergi ke Surabaya. Mereka pergi ke stasiun bersama dengan Aling. Aling dan Dion terlihat duduk bersama dan membicarakan sesuatu. Aling masih merasa sedih karena ini detik terakhir dia bersama dengan Dion. Mengantarkan Dion untuk ke Surabaya. Air mata Aling kembali menetes. Dion menenangkannya.
“Aling, aku janji setiap minggu aku akan pulang untuk kamu, dan aku janji akan tetap setia sama kamu. Jangan nangis lagi ya, aku mohon... aku gak mau kamu terus sedih.”
Aling hanya mengangguk dan menyeka air matanya, dia tersenyum kecil untuk Dion. Dion memberikan sesuatu untuk Aling, kotak yang ukurannya lumayan besar. Yang isinya foto Dion, foto-foto saat mereka masih bersama, foto di Bukit kita, buku Diary Dion dengan berbagai macam foto di dalamnya, gelang dari kayu, dan sebuah cincin untuk Aling.
“Ini semua untuk aku?” tanya Aling heran.
“Iyaa... ini semua untuk kamu, saat kamu kangen kamu boleh mengenang semua ini, membaca semua isi buku Diaryku.” Jawab Dion.
Aling tersenyum dan memeluk Dion.
“Aku akan terus menunggumu di stasiun ini, untuk menunggumu pulang. Dan setiap hari aku akan merawat bukit itu untuk kita. Aku juga sayang sama kamu Dion.” Kata Aling yang penuh senyum.
“Tiba saatnya untuk Dion dan keluarganya pergi ke Surabaya, kereta apinya telah datang. Mereka naik kereta api, di peron aku melihat mereka mencari tempat duduk. Mereka menemukan tempat duduk yang kosong, Dion menatapku sedih. Air mataku menetes lagi mengiringi kepergiannya. Saat kereta mulai berjalan, aku melambaikan tanganku untuk mereka.. Dion pun meneteskan air mata, kedua orang tuanya melambaikan tangannya juga dan tersenyum.” Jelas Aling padaku.
“Setelah kepegiannya, setiap Sabtu sore aku menunggunya disini, dan setiap Sabtu itulah dia selalu pulang untuk menemuiku.”
“Wooou..... pengalaman yang keren jadi ikutan sedih Ling... jadi saat ini kamu duduk disini untuk menunggu Dion pulang?” tanyaku.
“Benar, aku menunggu Dia setiap hari Sabtu saat senja mulai datang. Kerena itu janji Dion.” Jawab Aling.
“Dan kamu terus merawat Bukit Kita?”
“Yaaa.... aku setiap hari pergi kesana, untuk merawat bukit itu.” Aling tersenyum padaku.
Teng tong teng tong..... teng tong teng toong.... inget suara di stasiun saat kereta mau datang kan? Nah tolong dilagukan seperti itu ya, karena kereta yang mau aku tumpangi sudah datang. Aku melihat jam tanganku, tak terasa sudah 2 jam tepat aku disini di temani oleh Aling dan setia mendengarkan ceritanya.
“Kereta kamu mau datang?” tanya Aling.
“Iya, bener Ling. Aku kira tadi berangkat jam 3 sore, eeh gak taunya malah jam 5 sore. Nganggur deh!!!”
Aling hanya tertawa mendengar penjelasanku.
“Thanks yah Ling sudah mau nemenin aku, dan thanks juga udah di ceritain sebabnya kamu nunggu seseorang disini.”
“Kembali deh, thanks juga udah mau nemenin aku ngobrol disini. Dan sekarang aku menunggu Dion sendiri lagi disini.”
“Kamu akan menunggu sampai Dion datang?” tanyaku.
“Yaa...” jawab Aling sambil mengangguk.
Kereta api jurusan Surabaya telah datang, aku memasuki kereta dan mencari tempat duduk yang kosong. Siiipp sekali, dapat tempat duduk yang kosong ini. Aku bisa melihat Aling dan melambaikan tanganku saat kereta mulai berangkat, dia juga membalasnya melambaikan tangannya dan memberikan senyum cerianya padaku. Kereta melaju dengan cepat, dan aku sudah tak dapat melihat Aling lagi.
“Aling.... kamu gak hanya cantik, anggun, ramah, sumeh, tapi kamu juga setia...” kataku pada diriku sendiri.
****
Tak terasa sudah 1 Minggu aku berada di Surabaya. Pagi itu sehabis mandi aku bergegas pergi ke ruang makan untuk makan. Maklum lah, kemaren malem ngelembur kerja jadi sekarang perut sudah keroncongan minta di isi. Sambil melihat televisi, aku mengganti-ganti chanel.
“Haduuuh.... acara tv kok pada jelek-jelek sih.” Omelku.
Aku menyantap makananku dan mengganti chanel lagi. Aku memutuskan untuk melihat berita pagi itu. Ada sebuah berita bahwa pada hari Sabtu yang lalu ada insiden kecelakaan kereta api yang menuju ke Kediri pada pukul 15.00.
“Sabtu yang lalu, itu kan waktu aku bertemu Aling di stasiun, jangan-jangan........”
Aku kaget, penasaran dan terus mengikuti acara berita tersebut. Dalam insiden kecelakaan itu banyak korban yang meninggal, dan dalam berita tersebut ada daftar orang-orang yang meninggal. Aku yang masih penasaran dengan berita tersebut membaca daftar nama-nama korban yang meninggal.
“DION CHANDRA PRATAMA??????”
Aku kaget setengah mati, aku teringat akan nama itu. Ya itu adalah nama Dion, seseorang yang Aling tunggu waktu itu di stasiun.
“Jadi, waktu gue dan Aling di stasiun... Dion berangkat menuju ke Kediri untuk menemui Aling? Dan kereta api itu mengalami kecelakaan?” kataku dengan keras.
“Ada apa Hendra? Kok kamu teriak-teriak?” tanya Ayah.
“Ngaaak apa-apa kok Yaah,” jawabku.
Lalu aku menuju ke kamarku. Aku masih bingung, aku mondar-mandir sendiri di kamar seperti orang ling-lung. Aku memikirkan apa yang terjadi pada Sabtu itu. Aling.....
“Gimana jika Aling tau, kalau Dion mengalami kecelakaan saat Dion akan menemuinya? Giman perasaan Aling yang setia menunggu Dion? Apa Aling sudah mendapat kabar tentang keadaan Dion?” tanyaku, sambil mondar-mandir sendiri di kamar.
Aku merebahkan tubuhku di kasur untuk menenangkan diri.
“Haaahhh.... Aling yang setia....”
“Apa yang di ceritakan sama Aling itu suaatu tanda? Untuk mengenang kembali Dion secara singkat? Haahh... aku tak tau, dan hanya Tuhan yang tau segalanya yang akan dan yang telah terjadi.” Kataku sendiri.
Aku beranjak dari tempat tidurku, berjalan menuju jendela. Aku membuka jendela dan merasakan angin yang sejuk menerpa wajah dan tubuhku.
“Dion percayalah, Aling akan selalu menunggumu di stasiun itu... dia tak akan mengingkari janjinya, janji yang akan terus di tepatinya. Merawat Bukit kita setiap hari untukmu, dan setia menunggumu di stasiun setiap Sabtu di kala senja mulai datang. Kamu sangat beruntung Dion, mendapat kekasih yang cantik, ceria, sumeh dan juga setia. Suatu anugerah Tuhan yang diberikan padamu. Selamat jalan Dion, semoga engkau tenang di alam sana. Dan Aling akan tetap setia dengan janjinya.”


---THE END---

Leave a Reply

Jangan lupa tinggalkan jejak kalian di kolom komentar ya :) Selamat membaca dan semoga bermanfaat

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

Blogger templates

Blogroll

Diberdayakan oleh Blogger.

About

I'm Lucky Winanda. Call me Kiky...
I'm from Kediri, East Java...

Followers

Followers

Daftar Blog Saya

Translate

Blogger templates

Copyright © Chan's Daily Notes -Black Rock Shooter- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan